Asam Cekala, Simbol Kearifan Lokal dalam Masakan Karo

Budaya, Pertanian323 Dilihat

KARO – Asam Cekala dalam bahasa Indonesia adalah kecombrang, yang bunganya (disebut juga kencung dalam bahasa Karo) sering digunakan sebagai lalapan di Jawa Barat, dan urap berbahan dasar nangka muda di Malaysia.

Buah kecombrang ini terkumpul dalam satu bonggol yang hampir bulat dengan diameter lebih kurang 10 sampai 20 sentimeter, seperti dikutip dari buku “Budidaya Sayuran Lokal: Beluntas, Ginseng Jawa, Katuk, Kelor, Mangkokan, Kecipir, Labu Siam, Oyong (Gambas), Paria Belut, Roay, Kecombrang, Kucai, Temu Kunci, Turi, Okra” karya Rahmat Rukmana dan Herdi Yudirachman terbitan Penerbit Nuansa Cendekia.

Dalam bonggol itu terdapat beberapa butir buah yang berjejalan dengan ukuran lebih kurang dua sentimeter.

Buahnya berambut halus, bagian luarnya pendek, dan warnanya merah ketika sudah matang. Terdapat biji dalam buah kecombrang yang warnanya coklat kehitaman.

Rasa cekala ini asam segar tetapi sensasinya berbeda dengan asam jawa maupun jeruk nipis. Masakan yang mengandung asam cekala ini pun wangi.

Bahan ini banyak digunakan pada masakan Karo, Sumatera Utara. 

Biasanya digunakan untuk masak sayur asam khas Karo dan bumbu peredam amis ikan. Selain itu juga ditambahkan pada masakan cipera, nurung gule, manuk gule, lomok-lomok, dan tangas-tangas.

Arsik ikan mas khas Batak juga menggunakan asam cekala.

(Redaksi)

Well, Silahkan tulis pendapatnya di kolom komentar ya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *