Menyatukan Persepsi dan Mengakhiri Budaya Politik Uang

Politik790 Dilihat

MEDAN – Politik uang selalu menjadi topik seru dalam setiap hajatan Pemilihan Umum (Pemilu) di berbagai level dan fenomena suap ini menjadi realitas yang nyaris tak bisa bisa dipungkiri.

Banyak yang bersuara terkait politik uang ini, baik yang berupaya menolak maupun, yang dengan berbagai istilah, berkelit, memaklumi, lalu menerima uang suap suara itu tanpa merasa berdosa.

Diperlukan upaya menyatukan persepsi di kalangan masyarakat bahwa apapun bentuk dan caranya, politik uang adalah praktik terlarang dan memiliki konsekuensi pidana. 

Bagi kalangan yang menolak politik uang, mereka menganggap politik uang ini merupakan tindakan yang merusak arti demokrasi, yang menyebabkan hasil dari pemilihan tidak murni karena ada tindakan yang mempengaruhi pemilih dalam memberikan suaranya.

Tentu ada alasan tersendiri bagi pemilih yang bersedia mengikuti ajakan dalam tindakan politik uang tersebut. Entah itu alasan ekonomi, kedekatan (kekerabatan), dan berbagai alasan lainnya.

Alasan yang tidak bisa ditepikan adalah adanya anggapan bahwa politik uang sudah menjadi budaya yang sangat lekat di kalangan masyarakat. Padahal ini sangat merugikan dan membahayakan kelangsungan demokrasi jika tidak segera diberantas sampai tuntas.

Maka dari itu, pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sangat gencar mensosialisasikan tentang larangan politik uang. Politik uang memang sudah membudaya, namun diperlukan upaya untuk memberikan pemahaman kepada publik bahwa politik uang merupakan tindakan yang merusak demokrasi.

Mengubah Cara Pandang
Menyadari hal ini, Bawaslu tidak mau menyerah begitu saja, dengan berupaya terus memberikan edukasi ke masyarakat terkait sisi buruk politik uang. Betapa pun membutuhkan waktu lama dan kesabaran, ikhtiar tersebut secara perlahan bakal membuahkan hasil, suatu saat.

Satu, dua, atau tiga orang yang ada dalam kelompok masyarakat, sedikit banyak akan bisa mengubah cara pandang politik uang, dari anggapan politik uang yang sudah membudaya menjadi pemahaman sebuah tindakan yang tidak benar.

Dari satu, dua, atau tiga orang tersebut diharapkan dapat memberi pemahaman kepada anggota-anggota di kelompoknya bahwa politik uang merupakan sesuatu perbuatan yang merusak demokrasi. Hajatan demokrasi tidak bakal menghasilkan wakil rakyat dan pemimpin yang berintegritas bila dalam prosesnya diwarnai praktik suap.

Satu, dua, atau tiga orang diharapkan pula dapat memberi pemahaman bahwa, keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan pemilu menjadi langkah strategis untuk mengawal proses demokrasi sehingga dapat menghasilkan pemimpin yang amanah dan berkualitas.

Pengawas Partisipatif
Bawaslu mengajak masyarakat berkolaborasi melakukan pengawasan pada Pilkada Serentak 2024, termasuk pengawasan potensi terjadinya politik uang.

Sebagai pemegang kedaulatan, posisi rakyat dalam pemilu bukanlah objek untuk dieksploitasi dukungannya, melainkan harus ditempatkan sebagai subjek, termasuk dalam mengawal integritas peserta pemilu, salah satunya melalui pengawasan pemilu.

Pengawasan partisipatif merupakan bagian dari manifestasi kedaulatan rakyat dan penguatan partisipasi politik masyarakat.

Pada setiap tahapan Pemilu, selalu ada ruang partisipasi politik masyarakat, kepedulian masyarakat, agar proses pemilu berjalan secara jujur, adil dan sekaligus menciptakan kepemimpinan yang memiliki legitimasi kuat.

Pengawasan partisipatif ini merupakan ruang pembelajaran politik bagi semua pihak dan sebagai pengawalan hak dasar warga negara yaitu hak suara agar tidak disalahgunakan.

Melalui upaya ini diharapkan kesadaran dan peran serta masyarakat dalam pemberantasan politik uang makin meningkat dan tidak mudah termakan politik uang yang melanggar undang-undang, norma budaya dan agama.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *